Pelayanan klinik terdiri dari pelayanan medik, pelayanan keperawatan dan pelayanan penunjang medik. Kinerja pelayanan klinik sebenarnya merupakan indikator penting/utama dari kinerja pelayanan di rumah-sakit (RS) dan Puskesmas serta di berbagai sarana pelayanan kesehatan lainnya, namun pada saat ini kinerja klinik di berbagai sarana pelayanan kesehatan tersebut masih rendah. Rendahnya kinerja klinik tersebut yang mengakibatkan maraknya pemberitaan-pemberitaan mengenai ”malpraktek” di media massa pada saat ini, kemudian juga mengakibatkan banyaknya warga Indonesia dengan kemampuan ekonomi yang cukup pergi berobat ke negara tertangga.
Pada tahun 2001, Departemen Kesehatan Indonesia bekerjasama dengan WHO Indonesia telah melalukan penilaian terhadap 1.000 perawat dan bidan di 4 propinsi, hasil penilaian menunjukkan bahwa pada saat itu tidak terdapat sistem manajemen yang mendukung terwujudnya kinerja klinik yang baik. Atas dasar ini maka pada tahun 2001 berbagai pihak dengan dukungan dari WHO Indonesia dan lembaga donor mengembangkan sebuah sistem peningkatan kinerja klinik bagi perawat dan bidan yang disebut sebagai Sistem Pengembangan Manajemen Kinerja Klinik (SPMKK). Sistem ini telah di uji-coba-kan (2002), di evaluasi (2003-2004) dan pada saat ini telah diterapkan di 9 propinsi dan 35 kabupaten/kota. Lebih lanjut SPMKK telah dijadikan kebijakan nasional dengan nama baru yaitu Peningkatan Manajemen Kinerja (PMK) melalui SK Menkes.
Tulisan ini diambil dari
Milis Manajemen RS yang ditulis oleh dosen FKM UI,
Pak Suprijanto RijadiKemarin kami sekeluarga dengan keponakan berjumlah 20 orang ramai ramai nonton film "Laskar Pelangi" , yag dibuat berdasar buku dari Andrea Hirata dgn Judul yg sama ys sudah sukses keras dipasar. Semua anak dan keponakan saya sdh membaca buku Laskar Pelangi, kecuali saya.
Inti cerita adalah ada sepuluh anak SD/SMP, anak buruh dan pekerja PN TImah di Belitung, yg selama enam tahun lebih bergaul bersama dlm kemiskinan dan kesederhanaan mereka utk berjuang bersama di Sekolah Dasar Muhammadiyah, Gantong, Belitung.
Cerita ini ditulis oleh Andrea Hirata, salah satu dari 10 anak tersebut, yg kini berhasil menamatkan gelas Master di Perancis dan bekerja pada satu BUMN di Jakarta.
Diceritakan bagaimana dua org guru, Pak Hasfan dan Ibu Muslimah, mengajarkan mereka seluruh topik topik yg harus mereka ketahui dgn sarana, alat alat dan buku yg sangat terbatas di sekolah yg seperti gudang tua dan hampir roboh itu. Bagaimana lingkungan yang berbeda bagai
bumi dan langit anatara SD/SMP yg ada dikompleks PN Timah dgn segala kemewahannya, termasuk pasukan drum band, dengan SD Muhammadiyah yg gurunya dibayar hanya dengan beras 15 kgr/ bulan saja.
Dari sepuluh murud itu pun sangat bervariasi dengan adanya 2 murid genius dan 1 murid yg terbelakang, 1 wanita dan 1 Tionghoa. Lintang adalah genius dengan otak kirinya, yg ketika SMP sudah berbicara ttg persama multinomial dan hexagonal dan teorema matematis lainnya. Juga Mahar yg genius otak kanan yg kaya kreatifitas, ahli berbagai jenis musik barat
dan timur, menguasai berbagai tarian dsbnya.
Tampil dominan adalah wajah Ibu Mus sebagai se orang pengajar, pendidik, teman, guru, dan fasilitator antara berbagai masalah yg timbul karena geniusnya Lintang, Mahar dan keterbelakangan A Kiong dan Harun. Sebuah wajah guru yg sangat dedikatif dan mencurahkamn segala perhatian kepada kemajuan murid2nya.
Kalau di RS maka wajah Bu Mus adalah wajah para perawat kita, yg tetap tersenyum melayani pasien betapapun banyak beban yg ditanggung, dan selalu berwajah ceria ketika pasien mengutarakan keluhannya.
Pertanyaannya, berapa banyak perawat kita yang mampu mendedikasi dirinya guna kesejahteraan pasiennya?
Perawat yang mau melakukan
ABC ( Above & Beyond Call of duties) ?
Pertanyaan kedua yg harus kita jawab adalah: Kita meminta perawat tersenyum kepada pasien, tetapi apakah RS dalam hal ini Manajemen
SUDAH TERSENYUM kepada perawatnya? Tersenyum artinya adalah berbagai hal, ya sikap rielnya tersenyum, pengembangan karir, gajih, insentif, pendidikan, dllnya.
Sungguh sangat jarang saya melihat guru yg begitu besar dedikasinya seperti Bu Mus, sejarang kita melihat Perawat yg berdedikasi tinggi di RS kita. Padahal kata teori Balanced Score Card maka Uang akan datang kalau Pelanggan Puas dan Membayar; Pelanggan akan puas dan membayar kalau dilayani tenaga yg trampil, dan yg ramah dan tersenyum; dan Pegawai yg Ramah dan tersenyum bila sarana dan fasilitas serta insentifnya seimbang dengan apa yang dikerjakannya.
Jadi sudah saatnya kita melihat SDM RS
sebagai Asset dan bukan sekedar Keset bukan?
---------------
Tulisan Pak Pri dengan seluruh kaitannya dengan wajah Rumah Sakit Indonesia saat ini sangat tepat dan menyentuh, dengan segala sentilan di sana sini. Saya juag membuat review dan tenggapan mengenai Laskar Pelangi ini, akan tetapi saya belum terpikirkan untuk menghubungkannya dengan permasalahan Rumah Sakit, mungkin masih butuh jam terbang lebih lama lagi agar bisa menghasilkan tulisan bermutu selevel beliau ini.
Semoga tulisan ini berguna untuk semua teman teman, dan sekali lagi terima kasih untuk Pak Pri, untuk pelajarannya yang terus mencerahkan.
Reefrensi